Aliran atau Sekte atau Firqah ini adalah golongan yang muncul karena adanya faktor perbedaan pokok-pokok aqidah dan keimanan, sehingga dalam kategori sekte ini, yang wajib kita ikuti adalah Firqah Ahli Sunnah Wal Jama’ah dengan ciri umum; menyandarkan pemahaman aqidah dan pokok-pokok keislaman dan keimanan mereka terhadap Al-Quran, dan Sunnah berdasarkan pemahaman para salaf dari kalangan sahabat, tabiin, ataupun para ulama islam yang meniti jalan dan metode ajaran mereka dari zaman kezaman. Adapun selainnya seperti Khawarij, Mu’tazilah, Bahaiyah, Syiah, Qadariyah, Ahmadiyah, atau aliran-aliran aqidah lainnya, maka tidak boleh diikuti. Karena satu-satunya aliran atau sekte yang benar dan selamat hanyalah Ahli Sunnah Wal-Jama’ah. Ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
إن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة قالوا ومن هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي
Artinya: “sungguh Bani Israil itu telah terpecah menjadi tujuh puluh dua agama (aliran), dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga agama, semuanya masuk neraka kecuali satu agama.” Para sahabat bertanya: agama apa itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Apa yang aku dan para sahabatku berpijak di atasnya.” (HR Tirmidzi: 2641, dan beliau menilainya hasan)
Juga bersabda:
إن أهل الكتابين افترقوا فى دينهم على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الأمة ستفترق على ثلاث وسبعين ملة وكلها فى النار إلا واحدة وهى الجماعة
Artinya: “Dua golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) telah terpecah dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua agama (aliran), dan sungguh umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran, semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu (yang berpegangteguh pada) jama’ah.” (HR. Ahmad, Ath-Thobaroni, dan Al-Hakim)
Maksud dari 72 golongan atau sekte yang disebutkan dalam hadis ini adalah sekte atau aliran yang muncul karena faktor perbedaan pokok-pokok aqidah dan keimanan yang menyelisihi Ahli Sunnah wal Jama’ah, seperti yang disebutkan diatas. Juga perlu kita ketahui bersama bahwa dalam islam terdapat golongan atau kelompok yang muncul karena adanya faktor perbedaan ijtihad / perbedaan pendapat dalam perkara furu’iyah (cabang-cabang permasalahan agama); termasuk fiqh, atau bidang-bidang ilmu islam lainnya yang tidak termasuk dalam ranah aqidah dan pokok-pokok iman. Golongan seperti ini tidak dikatakan sebagai sekte atau aliran atau firqah, namun diistilahkan sebagai Madzhab. Dari sinilah muncul madzhab-madzhab islam yang kita kenal seperti Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Mengikuti salah satu madzhab yang empat ini dibolehkan sesuai ijma’ / kesepakatan para ulama islam, dengan syarat tidak fanatik buta atau menyesatkan orang lain yang berbeda madzhab dengannya. Dalam firqah-firqah Islam terdapat beberapa pendapat yang berbeda meliputi :
1. Status mukmin dan kafir
Ada perbedaan antara berbagai firqah tentang status mukmin dan kafir.
Menurut Ahlussunnah, seseorang disebut mukmin jika ia beriman kepada keenam rukun iman. Keimanan tersebut tidak hilang meskipun dia melakukan dosa besar. Mukmin yang melakukan dosa besar dan mati sebelum bertaubat statusnya tetap menjadi mukmin, tetapi mukmin yang berdosa. Kelak dia akan dimasukkan ke dalam neraka, setelah hukumannya sesuai dengan dosa yang telah dilakukannya, ia bisa masuk ke surga.
Golongan Khawarij berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau tegasnya murtad sehingga ia wajib dibunuh.
Golongan Murji’ah berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang telah dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya.
Golongan Muktazilah tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi juga bukan mukmin. Orang yang serupa ini menurut mereka mengambil posisi di antara kedua posisi mukmin dan kafir yang di dalam bahasa Arabnya dikenal dengan posisi manzilah bainal manzilatain (posisi di antara dua posisi).Golongan Muktazilah berbeda pendapat dengan golongan Asy’ariyah. Menurut Mu’tazilah, mukmin yang berdosa dan mati sebelum bertaubat dikategorikan sebagai orang yang fasik. Tempatnya kelak tidak di surga dan tidak pula di neraka, melainkan di satu tempat di antara surga dan neraka atau yang biasa disebut dengan manzilah bainal manzilatain.
Kebaikan dan keburukan
Dalam pendapat firqoh-firqoh tersebut juga ada beberapa pendapat yang berbeda.
Menurut Ahlussunnah, baik buruknya seseorang tergantung dari iman dan usahanya yang menjauhi larangan Allah SWT.
Golongan khawarij berpendapat bahwa hamba yang baik haruslah tetap dijalan Allah SWT. sekali dia berbuat keburukan makan dia menjadi kafir dan boleh di bunuh.
Golongan murji’ah berpendapat baik buruknya seseorang tergantung dengan takdir dan kehendak Allah SWT.
Golongan muktazilah berpendapat bahwa baik buruknya seseorang tergantung dari dirinya sendiri
Ikhtiar manusia
Ada perbedaan di antara berbagai firqah seputar ikhtiar manusia. Hal ini disebabkan karena perbedaan pemahaman mereka terhadap takdir sebagaimana terdapat di sejumlah ayat Al-Qur’an. Golongan Qadariyah berpendapat bahwa ikhtiar manusia itu bersifat mutlak. Artinya, nasib manusia ditentukan sendiri oleh ikhtiarnya. Allah tidak turut campur dalam hal itu. Baik dan buruk itu adalah semata-mata pilihan dan kehendak manusia. Golongan Mu’tazilah pun berpendapat serupa. Ada banyak dalil yang mereka ajukan, diantaranya firman Allah:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar Ra’du: 11)
Golongan Jabbariyah berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, segala perbuatan manusia itu telah diciptakan oleh Allah. Manusia bagaikan wayang yang selalu mengikuti lakon yang dimainkan oleh sang dalang. Atau seperti pemain sandiwara yang hanya mengikuti penulis naskah dan sutradaranya. Jadi, apapun yang dilakukan oleh manusia, tidak pernah terlepas dari apa yang telah ditakdirkan oleh Allah. Surga dan nerakanya telah ditentukan sejak zaman azali. Manusia tidak pernah bisa mengubah takdir. Mereka (golongan Jabbariyah) pun mengajukan banyak argumen, di antaranya adalah firman Allah:
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS Ash-Shaffat: 96)
Jadi, menurut golongan ini, semua perbuatan manusia sudah diciptakaan oleh Allah, manusia hanya menjalankan takdir Allah saja. Jika manusia mencuri, maka itu memang sudah ditakdirkan oleh Allah. Surga dan neraka semua sudah ditakdirkan oleh Allah. Pokoknya kita tinggal menjalankan takdir itu saja. Golongan Ahlussunnah berpendapat lain. Menurut mereka, Allah memang menakdirkan hidup manusia. Akan tetapi, manusia memiliki bagian usaha atau yang disebut dengan kasb. Jadi, Ahlussunnah Waljama’ah tidak sepakat dengan golongan Qadariyah yang menafikan Allah dalam perbuatannya dan juga tidak sepakat dengan golongan Jabbariyah yang berpendapat bahwa manusia itu dipaksa oleh Allah dalam segala perbuatannya tanpa adanya kemampuan untuk berusaha.
Kekuasaan Allah SWT.
Ahli Sunnah wal Jama’ah menjadikan Kitabullah dan wahyu dari-Nya sebagai landasan utama dalam menetapkan ‘aqidah dan dalam pengambilan dalil.
Firqah Khawarij, sesungguhnya mengagungkan al Qur`an dan berkeinginan mengikuti kandungannya. Akan tetapi, jika melihat keberadaan mereka, ternyata sangat jauh dari angan-angan. Mereka tidak mengaplikasikannya.
Golongan Murji’ah, Murji’ah juga menduhulukan akal ketimbang nash (naql). Menurut mereka, akal menjadi sumber untuk mengetahui dalam masalah ‘aqidah. Ringkasnya, mereka menggantungkan kepada apa yang dihasilkan oleh akal pikiran, dan antipati dengan al Qur`an dan Sunnah. Atau memaksakan al Qur`an dan Sunnah untuk tunduk dengan argumentasi yang mereka bawa.
Golongan Muktazilah kalangan Qadariyah memasukkan al Qur`an sebagai bagian dari dalil-dalil prinsip mereka. Hanya saja, mereka memandang kepastian hukum dan petunjuk yang akurat, lebih menggunakan akal.
Sifat Allah SWT.
Menurut Asy’ariyah, Allah mempunyai sifat-sifat. Allah hidup dengan hayat, mendengar dengan sama’, mengetahui dengan ilm, dan berkuasa dengan qudrah. Sifat-sifat itu melekat pada Dzat-Nya dan tidak dapat dipisahkan. Bagi Asy’ari, sifat-sifat Allah tidak identik dengan Dzat-Nya. Karena Allah bersifat qadim, berarti sifat-sifat Allah juga ‘azali dan qadim. Dalam memandang masalah sifat-sifat Allah ini, pendapat kaum Asy’ariah bertentangan dengan pendapat Mu’tazilah. Dalam pandangan Mu’tazilah, Tuhan tidak mempunyai sifat. Demikian kata Al-Juba’i. Sebab menurutnya, apa yang disebut dengan sifat itu pada dasarnya adalah esensi Dzat-Nya. Hudzail (tokoh Mu’tazilah) berpendapat bahwa Allah mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan adalah Dzat-Nya. Tuhan berkuasa dengan Dzat-Nya dan kekuasaan itu adalah Dzat-Nya Pendapat Mu’tazilah di atas ditentang oleh Asy’ariyah. Menurutnya, tidak mungkin Allah mengetahui dengan pengetahuan-Nya, melihat dengan penglihatan-Nya. Sebab, jika demikian Allah itu sama dengan pengetahuan, penglihatan, dan sebagainya.
loading...
0 on: "Perbedaan Dan Kesamaan Paham Firqah-Firqah"