2.1 Pengertian
Sumber Ajaran Islam
Agama Islam
memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan
sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah
SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau
syariat Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai
sumber-sumber syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi
dari hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu
atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah
tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan
mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan,
pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal,
rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Melalui
penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti
pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala
sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada umumnya
para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan
hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda,
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya
kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya,
yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi)[2] dan
disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar
hukum Islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum
produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia
dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan
kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat
pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang
lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran
Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga
sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini
merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik.
Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber
ajaran Islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran Islam sekunder
(ijtihad).
2.2 Al –
Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa ( Lughawi ) berasal dari kata
“ Qara’a “ yang berarti bacaan . Arti Qara’a lainnya ialah mengumpulkan atau
menghimpun, menghimpun huruf dan kata –kata dalam suatu ucapan yang tersusun
rapih.
Sedangkan
secara Istilah Al-Qur’an di definisikan sebagai berikut :
Al-Qur’an
adalah Firman Alloh yang berlafal bahasa Arab yang mengandung mukjizat
diturunkan kepada Nabi SAW yang tertulis di dalam mushaf, yang ditransmisikan
secara mutawatir, dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, dan dimulai
dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas. Dari definisi tersebut
sebuah kitab atau mushaf bisa dikatakan sebagai al-Qur’an manakala memenuhi
delapan syarat, yaitu:
a)
Firman Allah
Artinya bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan kumpulan firman-firman Allah
yang diformulasikan oleh Alloh swt sendiri baik makna maupun teksnya.Sementara
Nabi Muhammad SAW sekedar menerima, tanpa memformulasikan ulang.Ini sekaligus
memberikan penegasan untuk membedakan antara hadits dan al-Qur’an.Hadits
walaupun kandungan maknanya berasal dari Allah, tetapi formulasi verbalnya
berasal dari kreatifitas Nabi. Sementara Al-Qur’an baik makna
maupun formulasi verbalnya sepenuhnya berasal dari Alloh swt, Nabi sekedar
menerima jadi (taken for granted) apa yang diturunkan Alloh kepadanya.
b)
Berlafal bahasa arab
Artinya bahwa Al-Qur’an itu disebut sebagai Al-Qur’an manakala berlafalkan
bahasa Arab, bukan bahasa lainya.Ini sekaligus untuk membedakan antara
al-Qur’an dan terjemah Al-Qur’an atau tafsir Al-Qur’an. Sekalipun terjemah
Al-Qur’an sangat sempurna dalam penyalinan makna Al-Quran dalam bahasa lain,
tidak bisa dan tidak boleh disebut sebagai Al-Qur’an sendiri. Karena penerjemahan
walaupun sangat sempurna tidak bisa mewakili makna dan kandungan Al-Qur’an
secara keseluruhan.Karena penerjemahan sudah tidak lagi murni, akan tetapi
peran akal manusia sangat dominan. Sehingga seringkali penerjemahan antara satu
orang dengan orang lain, atau satu masa dengan masa yang lain seringkali
mengalami perubahan. Oleh karena itu terjemahan atau yang lainya tidak bisa dan
tidak boleh disebut sebagai Al-Qur’an itu sendiri.Ini dilakukan dalam rangka
untuk menjaga otentisitas Al-Qur’an dari dahulu sampai akhir zaman.
c)
Mengandung mukjizat
Mukjizat Al-Qur’an tidak diragukan lagi. Dari susunan huruf, kata, kalimat,
ayat, maupun surat semuanya mengandung keistimewaan yang tidak dimiliki oleh buku-buku
karangan manusia. Demikian juga dari segi makna, isyarat-isyarat ilmiah, dan
pembacaan telah begitu banyak melahirkan kekaguman, pencerahan, karya dan
peradaban manusia dari periode ke periode.
d)
Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Ini sekaligus untuk membedakan dengan kitab-kitab suci lainya.Bahwa kitab
suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an.Sementara
kitab-kitab lain yang diturunkan kepada selain Nabi Muhammad bukan disebut
Al-Qur’an.Sehingga Al-Qur’an merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut
secara khusus kitab suci yang telah diturunkan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad
SAW.
e)
Tertulis di dalam Mushaf.
Ini artinya bahwa Al-Qur’an itu disebut sebagai Al-Qur’an, karena tertulis
atau ditulis dalam Mushaf, tidak sekedar dihafal dalam otak manusia dalam bentuk
cerita, dongeng atau tutur tinular, dari mulut ke mulut. Al-Qur’an itu ditulis
dari generasi pertama hingga sampai saat ini, dan akan terus berlangsung sampai
akhir zaman. Transmisi Al-Qur’an disamping mengandalkan tradisi oral (lisan)
yang sudah terbentuk dari generasi awal Islam juga dipandu oleh tradisi tulis
al-Qur’an, sehingga keduanya saling melengkapi dan memperkuat otentisitas
Al-Qur’an hingga sampai saat ini.
f)
Ditransmisikan secara mutawatir.
Mutawatir adalah diriwayatkan dari orang banyak kepada orang yang banyak
pula dan seterusnya, sehingga tidak dimungkinkan terjadinya kebohongan,
pemalsuan, ataupun kesalahan dalam transmisi.
g)
Dianggap sebagai Ibadah bagi yang membacanya.
Artinya pembacaan Al-Qur’an yang berbahasa Arab tersebut mempunyai nilai
Ta’abudi (Ibadah), walaupun tidak memahami isi kandunganya.
عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ
حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
لاَ أَقُولُ الم َ حَرْفٌ ٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
».قَالَ أَبُو
عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Nabi SAW bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Alloh, maka
baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh
kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim adalah satu huruf, melainkan
alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR Tirmiziy: 3158)
h)
Dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Susunan surat dan ayat Al-Qur’an didasarkan pada Tauqifi (ketetapan dan
petunjuk dari Nabi SAW langsung) yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas. Sehingga susunan selain ini, dianggap sebagai
tafsir Al-Qur’an bukan Al-Qur’an itu sendiri.Seperti Susunan Al-Qur’an yang
didasarkan pada kronologi turunya Al-Qur’an, tidak diangap sebagai Al-Qur’an,
tetapi tafsir Al-Qur’an.
2.2
As – Sunnah
Kedudukan As-Sunnah sebagi sumber ajaran Islam selain didasarkan pada
keterangan ayat-ayat al-Qur’an, Hadits dan juga didasrkan pada kesepakatan para
sahabat Nabi.Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya
mengikuti Hadits, baik pada masa rasulullah masih hidup maupun setelah wafat.
Menurut bahasa, As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan apakah jalan
tersebut baik atau buruk. Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna
Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: “Barang siapa yang membuat Sunnah
(kebiasaan) yang terpuji, maka pahalalah bagi yang membuat Sunnah itu dan
pahala bagi yang mengikutinya; dan barangsiapa yang membuat Sunnah yang buruk,
maka dosalah bagi orang yang membuat Sunnah yang buruk itu dan dosa bagi yang
mengikutinya” (HR.Muslim).
Di dalam Islam ada banyak kitab Sunnah/Hadits yang menjadi rujukan utama
dalam penggalian hukum Islam.Dari sekian banyak kitab Hadits/Sunnah paling
tidak ada 12 kitab hadis yang paling populer. Dua belas kitab Hadits tersebut
adalah:
1)
Sahih Al-Bukhari
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Bukhari, dikenal juga dengan Al-jami
Al-Musnad As-Sahih Al-Mukhtasar Min Umur Rasulilah SAW Wa Sunanihi Wa Ayyamihi.
Berdasarkan judul yang dkemukan Imam Bukhari tersebut, Hadits yang dikatakan
sahih dalam kitabnya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada
Rasulullah SAW. Ada Hadits yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sama sekali,
namun hadis tersebut hanya bersifat pengulangan dan merupakan pendukung
terhadap Hadits yang sedang dibahas. Oleh sebab itu, Imam Az-Zahabi mengatakan
bahwa kitab ini merupakan kitab yang bernilai tinggi dan paling baik setelah
Al-Qur’an.
Selema 16 tahun Imam Bukhari berkeliling ke berbagai wilayah Islam untuk
menemui para guru Hadits dan meriwayatkan hadis dari mereka. Dalan mencari
kebenaran suatu Hadits, ia secara tekun menemui para periwayat Hadits tersebut
sehingga yakin benar bahwa Hadits itu sahih. Sahih al-Bukhari memuat Hadits
sahih yang diseleksi Imam Bukhari dari 600.000 hadis yang dihafalnya.Hadits
tersebut diterimanya dari sekitar 90.000 perawi Hadis. Berdasarkan informasi
dalam Mausu’ah Al-Hadits As-Syarif (ensiklopedia Hadits) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Wakaf - Majelis Tinggi Urusan Islam Pemerintah Mesir, bahwa sahih
Al-Bukhari memuat sebanyak 98 tema (kitab), dengan 7563 koleksi Hadits Nabi di
dalamnya.
2)
Sahih Al-Muslim
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Muslim. Hadits dalam kitab ini disusun
berdasarkan sistematika fikih yang topiknya sama dengan Sahih Al-Bukhari.
Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sahih Muslim memuat 57 tema (kitab) dengan
7748 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab ini merupakan hasil seleksi Imam Muslim
dari 300.000 Hadits yang dihafal Imam Muslim.
Imam Muslim tidak mengemukan syarat terlalu ketat dalam menuliskan Hadits
pada kitabnya jika dibandingkan dengan Imam Al-Bukhari. Sekalipun mengemukakan
syarat yang sama, yaitu sanad Hadits bersambung serta diterima dari dan oleh
orang yang adil dan dapat dipercaya, keduanya berbeda pendapat mengena syarat
antara murid (penerima hadis) dan guru (sumber hadis). Menurut Imam Muslim,
murid dan guru tidak harus bertemu, tetapi ckup bahwa keduanya sama-sama hidup
satu masa (Al-Mu’asarah). Namun Imam Al-Bukhari mensyaratkan, murid dan guru
harus bertemu (Al-Liqa’).Atas dasar ini, ulama Hadits menempatkan Sahih
Al-Bukhari lebih baik dari Sahih Muslim meskipun mereka sepakat menyatakan
bahwa kedua kitab tersebut memuat Hadits sahih.
3)
Sunan Abu Dawud
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Abu Dawud. Menurut mausuah Hadits
Syarif, Sunan Abi Dawud memuat 42 tema (kitab) dengan 5276 koleksi Hadits di
dalamnya, 4.800 hadis di antaranya merupakan Hadits hukum. Diantara Imam yang
enam yang termasuk dalam Al-Kutub As-Sittah, Abu Dawud merupakan Imam yang
paling fakih. Oleh sebab itu, Sunan Abi Dawud dikenal dengan sebagai kitab
Hadits hukum, sehinga ulama Hadits fikih mengakui bahwa seseorang Mujtahid
cukup merujuk Sunan Abi Dawud di samping Al-Qur’an.
4)
Sunan at-Tirmiziy
Kitab ini juga dikenal dengan Nama Jami’ At-Tirmizi.Kitab ini disusun oleh
Abu Isa Muhammad At-Tirmizi. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sunan
At-Tirmiziy memuat 46 tema (kitab) dengan 4415 koleksi Hadits di dalamnya.
Sunan At-Tirmizi memuat beberapa istilah ilmu Hadits yang belum pernah
diungkap oleh para pakar Hadits sebelumnya, misalnya istilah Hadits hasan
sahih, Hadits sahih garib (asing, ganjil), Hadits hasan garib, dan Hadits hasan
sahih garib. Imam At-Tirmizi tidak menjelaskan pengertian istilah tersebut.
Ulama Hadits sesudahnya mencoba untuk menjelaskan istilah yang digunakan Imam
Tirmizi tersebut, misalnya: Ibn As-Shalah.
5)
Sunan an-Nasaiy
Kitab ini disusun oleh Imam An-Nasai. Kitab Hadits ini juga dikenal dengan
nama Sunan Al-Mujtaba dan Sunan As-Sugra yang merupakan hasil seleksi dari
Hadits yang terdapat dalam kitab As-Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai
sebelumnya. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan An-Nasaiy memuat 52 tema
(kitab) dengan 5776 koleksi Hadits di dalamnya.
Sunan An-Nasai disusun sesuai dengan sistematika fikih dengan mempergunakan
bab yang menjelaskan serta mengistinbatkan berbagai hokum yang dikandung suatu
hadis. Oleh karena itu, kitab in menjadi rujukan para ahli fikih setelah Sahih
Al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena kualitas Hadits yang ada di dalamnya
menempati posisi dibawah kedua kitab hadis tersebut dan di atas Sunan Abi Dawud
dan Sunan At-Tirmizi.
6)
Sunan Ibn Majah
Kitab hadis ini adalah karya Abu Abdullah bin Yazid Al-Qazwaini yang
dikenal dengan Ibn Majah (209 H/825 M- 273 H/887 M). Kitab ini disusun oleh
Imam Ibn Majah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ibn Majah memuat 38 tema
(kitab) dengan 4485 koleksi Hadits di dalamnya.
Kitab Sunan ini adalah kitab Sunan yang ke-6, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Abu Al-Fadl Ibn Tahir Al-Maqdisi.Dalam kitab Sunan ini, menurut penilaian
sebagain ahli, terdapat Hadits matruk dan maudu’.Walaupun demikian, Hadits ini
tetap dimasukan ke dalam kelompok Kutub As-Sitah karena banyak Hadits yang
sahih atau hasan, dan banyak pula Hadits yang tidak tercantum dalam kitab
sebelumnya.
7)
Muwatha’ Imam Malik
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Malik.Dan merupakan kitab Hadits yang
tertua yang sampai ke tangan umat Islam saat ini.Imam Malik mengumpulkan Hadits
yang dipandangnya kuat, fatwa para sahabat dan tabi’in, pendapat fikih yang
disandarkan kepada konsensus penduduk Madinah, dan kemudian menjelaskan
ijtihadnya sendiri dalam permasalahan yang dibahas. Bahkan sering ia
mengemukakan kaidah usul fikih dalam mengistinbathkan hukum dari Hadits yang
dibahas. Oleh karena itu, sebagain ulama hadai menganggap Al-Muwatha’ lebih
dekat kepada fikih dari pada buku Hadits, karena banyak sekali persoalan fikih
yang diaungkapkan dalam kitab tersebut.
Al-Muwwatha’ disusun atas permintaan Abu Ja’far Al-Mansur (khalifah
Abbasiyah, 137 H/754 M – 159 H/775 M).Menurut Mausuah Hadits Syarif, Muwatha’
Imam Malik memuat 61 tema (kitab) dengan 1861 koleksi Hadits Nabi di dalmnya.
8)
Musnad Imam Ahmad
Kitab ini disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal, dikenal dengan Imam Hambali,
merupakan kitab Hadits terbesar dan terbanyak memuat Hadits. Menurut Mausuah
Hadits Syarif, Musnad Imam Ahmad memuat 1295 tema (kitab) dengan 28464 koleksi
Hadits Nabi di dalamnya. Hadits dalam kitab ini disusun secara berurut, sesuai
dengan nama sahabat yang meriwayatkannya dengan memperioritaskan sahabat besar
terlebih dahulu, seperti Abu Bakar aAs-Sidik, Umar Ibn Al-Khatab, Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di samping itu, prioritas mendahulukan riwayat
sahabat juga ditentukan berdasarkan tempat tinggal meraka.Misalnya mendahulukan
Sahabat yang bermukim di Madinah dari yang di Mekah.Hadits dalam kitab ini
diakhiri dengan riwayat para sahabat wanita yang dimulai dengan Aisyah binti
Abi bakar, Fatimah Az-Zahra, Hafsah binti Umar, dan istri Nabi lainya. Hadits
dalam Musnad Ahmad bin Hambal yang ada sekarang ini tidak seluruhnya
diriwayatkan oleh Imam Hambali sendiri, tetapi juga oleh Abdulah bin Ahmad bin
hambal (anak Imam hanbali) dan Abu Bakr Al-Qutai’I(dari Abdullah bin Ahmad bin
Hambal).
9)
Sunan Ad-Darimiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Darimi. Menurut Mausuah Hadits
Syarif, Sunan Ad-Darimiy memuat 24 tema (kitab) dengan 3567 koleksi Hadits Nabi
di dalamnya. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika ilmu fikih namun di
dalamnya terdapat Hadits yang sama sekali tidak berkaitan dengan fikih. Kitab
ini juga dikenal dengan Musnad Ad-Darmi, sedangkan penyusunan Hadits di
dalamnya tidak mengikuti metode Al-Musnad. Namun demikian, Ad-Darimi juga
memilki kitab Hadits yang lain yang disebut Al-Musnad dan dianggap oleh para
ahli Hadits sebagai kitab sahih.
10)
Sunan Ad-Daruquthniy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Daruquthni (Abu Hasan bin Umar
Ad-Daruquthni) pada abad ke- 4 hijriyah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan
Ad-Daruquthniy memuat 31 tema (kitab) dengan 4898 koleksi Hadits Nabi di
dalamnya.
11)
Musnad Al-Khumaidiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Humaidy. Menurut Mausuah Hadits
Syarif, Sunan Al-Khumaidiy memuat 183 tema (kitab) dengan 1361 koleksi Hadits
Nabi di dalamnya.
12) Sunan
Al-Baihaqiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Baihaqi. Kitab ini juga dikenal
dengan nama Kitab Sunan Al-Kubra. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan
Al-Baihaqiy memuat 72 tema (kitab) dengan 22340 koleksi Hadits Nabi di
dalamnya.
Imam Al-Baihaqi adalah seorang ahli Hadits terkemuka dan pengikut Mazhab
Syafi’i.Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi
Asy’ariyah. Nama lengkapnya adalah Abu bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin
Musa Al-Khorujirdi (334 H/994 M – 458 H/1066 M). untuk belajar Hadits,
Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara
lain Abu Hasan Muhammad bin Husain Al-Alawi dan Al-Hakim Abi Abdillah Muhammad
bin Abdullah.
Meskipun dipandang sebagai ahli Hadits terkemuka, Al-Baihaqi tidak cukup
mengenal karya Hadits At-Tirmizi, An-Nasai, dan Ibn Majah.Ia juga tidak
berjumpa dengan buku Hadits atau Musnad Ahmad bin Hambal (imam Hambali). Ia
menggunakan Mustadrak Al-Hakim karya Imam Al-Hakim secara bebas. Munurut
Zz-Zahabi, kajian Al-Baihaqi dalam Hadits tidak begitu besar, tetapi ia mahir
dalam meriwayatkan Hadits karena ia benar-benar mengetahui sub bagian Hadits
dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad. Karya Al-Baihaqi, Kitab
As-Sunan Al-Kubra (terbit di Hydarabad, India, 10 jilid, 1344-1355) merupakan
karya yang paling terkenal.Menurut As-Subki (ahli fikih, usul fikih dan hadis),
tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam peneyesuaian
penyusunannya maupun mutunya.
Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunah Al-Maqbulah dilakukan secara
konprehensif integralistik baik dengan pendektan tekstual maupun kontekstual.
2.3
Ar – Ra’yu/Ijtihad Efektif
Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran
dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas
aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan
lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi
penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber
kedua setelah Alquran.
Dalam
kehidupan sehari-hari ternyata masih banyak perdebatan dalam masyarakat tentang
hukum Islam. Ada yang berdebat karena persoalan penafsiran dan ada pula karena
belum ditemukan ayat Alquran atau Hadis yang menjelaskan perkara tersebut.
Dari
permasalahan di atas, berdasarkan referensi yang ditemukan menyebutkan ada
sumber ajaran islam selain Alquran dan Hadis (Sumber Pokok) yaitu al-Ra’yu.
Berikut adalah uraiannya
2.3.1 Pengertian al-Ra’yu
Kata
al-ra’yu berasal dari kata ra’a, yarā’ ra’yan yang berarti memperlihatkan,
kemudian dari kata tersebut terbentuk kata ra’yun yang jamaknya arā’u artinya
pendapat pikiran. Dalam Maqāyis dikatakan bahwa ahl al-ra’yu adalah orang yang
berpegang kepada akal.[1] Istilah al-ra’yu dalam Ilmu Ushul adalah mencurahkan
segala kemampuan dalam mencari hukum syara’ yang bersifat zanni, dengan
menggunakan rasio yang kuat dan yang bersangkutan merasa tidak mampu lagi
mengupayakan lebih dari itu.[2]
Berkenaan
dengan batasan definisi al-ra’yu di atas, maka dipahami bahwa hanyalah
hukum-hukum syara’ yang praktis dan zhanni yang dapat dimasuki al-ra’yu. Selain
itu, dalam definisi tersebut juga diketahui al-ra’yu adalah mencurahkan segala
kemampuan berdasarkan rasio yang hanya dapat dilakukan oleh seorang muslim yang
kuat akal dan aqidahnya, mulia akhlaknya, menguasai bahasa Alquran dan hadis,
mengetahui usul fikih, ilmu fikih dan maqāshid al-syari’ah.[3] Jadi penggunaan
ra’yu menurut ajaran Islam tidak sama dengan berpikir lieberal yang hanya
mengutamakan rasio saja, dan mengesampingkan aqidah, akhlak, pengetahuan yang
mendalam tentang Alquran dan hadis, serta kaidah-kaidah fikih.
2.3.2 Al-Ra’yu sebagai Sumber Hukum
Keabsahan
al-ra’yu sebagai sumber hukum Islam bersumber dari riwayat hadis tentang
diutusnya Muaz bin Jabal ke Yaman oleh Nabi saw. Ketika sahabat Mu’az bin Jabal
diutus oleh Nabi saw ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau diizinkan
oleh Nabi saw untuk menggunakan ra’yu. Hal ini dijelaskan dalam riwayat sebagai
berikut :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ e لَمَّا أَرَادَ أَنْ
يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ
تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ
قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ
فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ
اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ e قَالَ فَإِنْ لَمْ
تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ e وَلَا فِي كِتَابِ
اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلَا
آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ e صَدْرَهُ[4]
terjemahnya :
Ketika Rasulullah saw hendak
mengutus Mu’az ke Yaman, maka Rasulullah saw bertanya: Apa yang kau lakukan
jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus diputuskan ? Jawabnya: Aku
memutuskannya berdasarkan Alquran. Ditanya lagi, bagaimana jika tidak ada (kau)
temukan dalam Alquran ?. Jawabnya: Dengan Sunnah Rasulullah saw. Ditanya lagi,
bagaimana jika tidak terdapat dalam al-Sunnah ? Jawabnya : aku akan berijtihad
dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara pun tanpa putusan.
(dengan jawab-jawaban itu), maka Rasulullah saw menepuk dadanya (Mu’az).
Berdasarkan
riwayat di atas, dipahami bahwa yang dilakukan Mu’az dalam menetapkan hukum
adalah secara terstruktur mulai dari Alquran, hadis, lalu al-ra’yu (akal
pikirannya).
Dalam
perkembangan ilmu Islam, dikenal tiga kelompok yang meng-gunakan ra’yu,[5]
yaitu para ahli fikir teologi (mutakallimun), para ahli fikir bidang hukum
(fuqaha), dan para ahli fikir filsafat murni (filosof). Ketika kelompok
tersebut sama-sama memfungsikan akal untuk melakukan kegiatan berfikir dan
menalar. Namun karena bidang garapannya berbeda, maka masing-masing kelompok
memounyai dan mengembangkan metode yang berbeda.
Metode
penalaran para ahli fikir di bidang hukum disebut ijtihad. sementara itu, para
ahli fikir di bidang teologi disebut nazar yang sasarannya memantapkan akidah
tentang Allah, alam ghaib, rasul dan wahyu yang merupakan sendiri dasar
keimanan, untuk menjauhkan keraguan yang sewaktu-waktu menggoda pikiran
manusia.
Pertanyaan
yang muncul kemudian, sampai dimana peranan akal (al-ra’yu) dalam hukum Islam ?
Jawabannya menurut H. Minhajuddin adalah peranan akal ditetapkan secara khusus
kepada hal-hal yang berhbungan dengan kehidupan perorangan dan masyarakat dalam
segenap lapangan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan berbegai aktivitsanya.
Adapun hal-hal yang sudah nasnya dengan jelas atau qat’iy, maka hal itu kita
wajib terima sebagai ta’abbudy.[6] Selanjutnya, Al-Gazāli berpendapat bahwa
akal pikiran termasuk sandaran utama untuk mengeluarkan (menetapkan)
hukum-hukum syariat. Sekiranya, hukum-hukum sesuatu tidak ada nashya dan tidak
pula didapatkan dalam ijma’, maka akal lah yang memegang peranan penting.[7]
Sepeninggal
Nabi saw, memang banyak sahabat yang menggunakan akal dalam menetapkan hukum.
Khalifah Abū Bakar (w. 13 H) ketika meng-hadapi suatu kasus, beliau mencari
pemecahannya dalam Alquran. Jika tidak terdapat dalamnya, maka dia mencari di
hadis, dan jika dia tidak menemukan-nya maka dia kumpulkan beberapa tokoh ulama
sahabat untuk diajak ber-musyawarah. Hal yang sama dilakukan juga oleh Umar,
bahkan beliau pernah mengirin surat perintah ke Abū Mūsa al-Asyari ketika itu
menjadi Qadhi di Basrah, sebagai berikut :
الفهم،
الفهم فيما تلجلج فى صدرك
مما ليس فى كتاب ولا
سنة، إعرف الأشباه والأمثال وقس الأمور
عند ذلك
terjemahnya :
Pahamilah,
pahamilah menurut apa yang ada dalam gejolak hatimu (pakailah rasio) tentang
apa yang tidak terdapat dalam Alquran dan sunnah. Kenalilah hal-hal yang serupa
dan yang sama, dan ketika itu kiaskanlah dan bandingkanlah satu sama lain.[8]
Praktek
penggunaan al-ra’yu yang disebutkan terakhir, dikembangkan Abdullah bin mas’ud
yang pindah ke Irak kemudian mengajar ulama-ulama di sana, dan ulama-ulama di
tempat lain juga selalu menggunakan ra’yu mereka ketika dalam persoalan hukum
tidak ditemukannya dalam sumber pokok hukum Islam, yakni Alquran dan hadis
DAFTAR PUSTAKA
Alitaekar.2010.PengertiandanSumberajaranIslam.http;//alitekar.worpress.com.20Oktober2018
Djariadinronalko.2014.MakalahPengertiandanSumberajaranIslam.http;//Adinbuton.blogspot.com.20Oktober2018
Harakatuna.2017.DefinisiAl-Quran.http;//harakatuna.wordpress.com.20Oktober2018
Hariswan.2010.DefinisiAsSunnah.http;//hariswanindra.blogspot.com.20Oktober2018loading...
0 on: "SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM"