Search This Blog

RameRame. Theme images by Storman. Powered by Blogger.

Cara Membuat Voucher Hotspot di Mikhmon Server

 Mikhmon adalah aplikasi berbasis web untuk mempermudah pengelolaan hotspot MikroTik, tanpa menggunakan radius server. Penjelasan lengkap te...

Tradisi Sekaten Sebagai Syiar Agama Islam


Tradisi Sekaten Sebagai Syiar Agama Islam

Abstract : Tradisi sekaten merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan selama tujuh hari di keraton Yogyakarta dan Solo untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten Sekaten berasal dari istilah Bahasa arab “Syahadataini” yang berarti 2 kalimat syahadat. Grebek Mauludan sebagai puncak acara sekaten dilaksanakan pada tgl 12 Rabiulawal. Sekaten dipelopori oleh para wali songo dengan tujuan syiar agama islam di tanah jawa dengan menggunkan jalur kebudayaan.

Tradisi Sekaten adalah tradisi tahunana yang dilaksanan selama 7 hari, tradisi dari dua Keraton dari Kerajaan Mataram, Ngayogyakarto Hadiningrat (Yogyakarta) dan Surakarta Hadiningrat (Solo). Tradisi ini diadakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Asal Usul Istilah Sekaten
Terdapat beragam pendapat yang berkaitan dengan penamaan Tradisi Sekaten. Pendapat yang populer adalah Sekaten berasal dari istilah bahasa arab “Syahadataini“. Istilah tersebut mewakili Dua Kalimat Syahadat dalam Islam.
Dua kalimat yang dimaksud adalah syarat wajib bagi seseorang yang hendak memeluk Agama Islam. Kalimat ini memiliki pengertian “aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah“.

Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan asal-usul istilah Sekaten berasal dari istilah-istilah lain, sebagai berikut:
·         Sahutain dengan pengertian menghentikan atau menghindari perkara dua, yakni sifat lacur dan menyeleweng.
·         Sakhatain yang berarti menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan, karena watak tersebut sumber kerusakan;
·         Sakhotain bermakna menanamkan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan;
·         Sekati berarti setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk;
·         Sekat berarti batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan.(K.R.T. Haji Handipaningrat : 3).

Pelaksanaan Tradisi Sekaten
Dalam pelaksanaan Sekaten, baik yang ada di Yogyakarta maupun Surakarta selalu tidak bisa dilepaskan dari perangkat Gamelan milik kedua keraton tersebut. Di keraton Yogya, gamelan Sekaten terdiri dari dua perangkat, yakni gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Sementara itu, di Keraton Surakarta terdapat dua perangkat gamelan yakni Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari.
Dalam tradisi Keraton Jogja, biasanya sejak sebulan sebelum Upacara Sekaten diadakan Pasar Malam Perayaan Sekaten. Kita juga bisa mendapati dua tradisi yang ikut meramaikan Upacara Sekaten yakni Tumplak Wajik dan Tradisi Grebeg. Tumplak Wajib adalah upacara pembuatan wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa). Ini merupakan awal dari pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg.

Adapun Tradisi Grebeg Muludan adalah puncak peringatan Sekaten yang dimulai sejak jam 08.00 pagi tanggal 12 Rabiul Awal, bertepatan dengan Kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sejarah Tradisi Sekaten
Seperti diketahui bahwa Kebudayaan Jawa sebagian besar merupakan hasil akulturasi, tidak terkecuali dengan Tradisi Sekaten. Terdapat Folklor yang berkembang dimasyarakat bahwa Upacara Sekaten adalah salah satu warisan nilai budaya yang dilaksanakan turun-temurun oleh nenek moyang. Di zaman dahulu upacara serupa diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur.



Tradisi Sekaten Sebagai Budaya Islam
Agama Islam mulai berkembang ditanah jawa pada kisaran abad ke-14 dengan dipelopori oleh para wali yang diketahui berjumlah sembilan (Walisongo). Untuk mengetahui kemajuan perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa, diselenggarakanlah pertemuan tahunan di Kota Demak. Pertemuan itu biasa berlangsung selama satu minggu di bulan Rabiul Awal. Sebagai penutup pertemuan tersebut biasanya diadakan keramaian besar untuk merayakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulud Nabi). Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan hasil Musyawarah digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.
Diketahui melalui saran Sunan Kalijaga, peringatan Maulud Nabi tersebut dalam pelaksanaannya akan disesuaikan dengan tradisi dan budaya Jawa. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga. Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam. Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram.

0 on: "Tradisi Sekaten Sebagai Syiar Agama Islam"